Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Agan yakin ingin berhenti mengabaikan slot.gacor?

Agan yakin ingin berhenti mengabaikan marzranger?

Agan yakin ingin berhenti mengabaikan receh8866018?

0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat

0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat

Oleh : Hening Nurcahya, A.P., M.M.

Manusia hidup di muka bumi selalu berkelompok-kelompok yang pada umumnya didasari oleh suatu kesamaan, seperti bahasa yang sama, bentuk fisik yang sama, adat istiadat dan budaya yang sama. Dari segi adat istiadat dan bahasa ini lahirlah suku-suku yang tersebar di belahan dunia, seperti Suku Rusia, Suku Arab, Indonesia dan sebagainya. Indonesia sendiri memiliki suku-suku yang beraneka ragam pula, seperti Suku Jawa, Sunda, Minang, Batak dan lainnya. Sedangkan berdasarkan bentuk fisik manusia dikelompokkan lagi menjadi ras, yaitu Ras mongoloid, Eropa, Melayu dan Malenesia. Tentu masih banyak lagi kelompok-kelompok lain yang hidup dalam masyarakat berdasarkan ciri dan kriteria yang dimilikinya. Seluruh kategori ini, dipelajari dalam ilmu politik, karena sangat berkaitan dengan konsep bangsa dan negara.

Menurut Nurul Aini, negara merupakan kelompok masyarakat (Staat Gemeinschaft) yang terdiri dari pengelompokan sosial, yaitu negara sebagai persekutuan hidup dari sekian banyak bentuk pengelompokan sosial. Berikut ini beberapa kelompok sosial yang dapat ditemui dalam masyarakat:

- Kelompok Pendidikan

Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia, 2010).

- Kelompok Kesenian, dan lain sebagainya.

Di dalam kelompok tersebut terajadilah perilaku-perilaku politik, sehingga dapat dikatakan negara merupakan bagian bidang kajian ilmu politik, walaupun keberadaan negara tersebut dalam bentuk abstrak,seperti sudah kita bahas sebelumnya, bahwa dari syarat ontologi ilmu politik, ilmu politik sangat berkaitan erat dengan pengetahuan yang bersifat fisik dan metafisik. Berkenaan dengan metafisik inilah keberadaan suatu negara dapat dikaji secara mendalam, sesuatu yang ada, tetapi tidak bisa dilihat secara fisik. Bukti dari adanya negara adalah kita bisa melihat benderanya, orangnya, lambangnya atau mendengarkan bahasa nasionalnya, lagu kebangsaannya, merasakan ideologinya serta mengetahui sistem pemerintahannya.

Secara historis, peninjauan masalah sifat hakikat negara dapat dilihat dari berkembangnya istilah (term) ’negara’ atau ’state’ itu sendiri, seperti dijelaskan Adam Kuper & Jessica Kuper, khusus dikawasan Eropa kemunculan negara melalui kemunculan kata ”state” bersamaan dengan analog lainnya dalam bahasa Eropa: stato, estat, estado, reich dan sebagainya. Dalam perkembangannya, negara bangsa telah melalui lima tahap perkembangan, mulai dari:

- Kelompok yang mapan dan menetap

- Kota mutrisal atau kumpulan dari suku-suku

Dari perkembangan tersebut, perlu dipahami, persepsi mengenai negara saat ini, tentu berbeda dengan konsep negara pada Zaman Yunani kuno. Perbedaannya disebabkan struktur politik negara-negara kota tidak mengenal perbedaan antara masyarakat (society) dengan negara. Negara adalah masyarakat, dan sebaliknya, masyarakata adalah negara.

Dalam memahami bidang kajian ilmu politik, maka pembahasan terkait negara dengan tidak terpisahkan, karena keduanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dimana adanya negara disitu terjadi proses kegiatan politik. Untuk lebih memahami proses pembentukan suatau bangsa dan negara dapat diuraikan sebagai berikut :

Proses Pembentukan Bangsa dan Negara

Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, suku-suku, rasa-ras yang ada dalam suatu negara, akan berupaya membentuk bangsa baru dengan identitas kultural yang baru pula, dengan tujuan untuk dapat bertahan lama dan mampu mencapai tujuan. Hal ini dapat kita lihat dari fakta yang ada di negara kita Indonesia, untuk berupaya mewujudkan cita-cita negara yang tertuang dalam UUD 1945, setiap suku dan ras yang ada di dalamnya berupaya mewujudkan nilai-nilai Pancasila kembali secara utuh, untuk memperkuat landasan moralitas bangsa menghadapi pengaruh globalisasi. Upaya ini juga didukung oleh Presiden Joko Widodo, dengan mengeluarkan Program Nawa Cita, yang meliputi:

1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8) Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga102.

Dari program Nawa Cita, di atas terlihat jelas keinginan dan kesungguhan pemimpin, untuk membentuk bangsa baru, dengan identitas kultural yang baru pula, agar terjadi perubahan karakter bangsa, menjadi lebih beretika sehingga dapat bertahan ditengah situasi sulit dan dapat dengan segera merealisasikan tujuan dan cita-cita nasional yang tertuang dalam UUD 1945.

Menurut Ramlan Surbakti, perbedaan bangsa dan negara adalah bangsa merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri khusus, seperti kelompok suku dan ras yang ada, setiang bangsa berada didalam suatu negara yang memiliki wilayah dan bangsa tersebut.

Berdasarkan pernyataan di atas, perasaan sebangsa menumbuhkan rasa nasionalisme, sehingga sesama anggota bangsa merasa adanya ikatan persaudaraan antara satu dengan lainnya. Perasaan sebangsa inilah yang menyebabkan para pahlawan rela berkorban jiwa dan materi untuk membela bangsa dan tanah airnya. Sementara itu secara umum dikenal adanya dua model proses pembentukan bangsa-negara, yaitu:

Berkembangnya peradaban manusia melahirkan kesadaran politik dikalangan kelompok suku yang ada, untuk berpartisipasi dalam proses politik, dengan tujuan mengapai kehidupan kelompok kearah yang lebih baik. Namun perlu diwaspadai tidak semua kelompok suku yang ada tidak bersedia atau menyetujui kebijakan yang dikeluarkan untuk menuju bangsa yang baru.

Dari kedua model terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada model ortodok satu bangsa akan membentuk satu negara sedangkan pada model mutakhir dari banyak kelompok bangsa yang bersifat heterogen membentuk suatu bangsa yang baru. Proses pembentukan bangsa menurut model ortodok, memerlukan waktu yang singkat karena hanya membentuk struktur kekuasaan bukan kultur yang baru, sedangkan pada model mutakhir memerlukan waktu yang panjang karena harus membentuk kultur baru atau nasionalitas yang baru.

Kesadaran politik model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan pada model mutakhir kebalikannya kesadaran politik muncul terlebih dahulu atau awal terbentuknya bangsa negara. Partisipasi politik dan rezim politik pada model ortodok dianggap hal yang terpisah dari proses pembentukan bngsa negara sedangkan pada model mutakhir kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan dalam proses integrase nasional atau pembentukan bangsa negara.

Sumber : Berbagai sumber bacaan